Selasa, 27 Desember 2011

Black Ghost Fish (Apteronotus albifrons)

Black Ghost  atau Apteronotus albifrons adalah  ikan asal  sungai Amazon, Rio Paraguay, Brazil, Peru, Ekuador, Venezuela dan Guyana.   Ikan ini merupakan ikan   pendamai.  Ukurannya bisa mencapai 50 cm  dengan panjang rata-rata sekitar 35 cm.   Bentuk  tubuhnya pipih memanjang dengan  warna tubuh hitam dan berbercak putih atau kuning dibagian ekornya.  Berdasarkan bentuk tubuhnya tersebut Black Ghost digolongkan  kedalam ikan pisau (Knifefishes), yaitu gologan ikan  berbentuk menyerupai pisau yang melebar di  bagian kepala dan badan kemudian meruncing  dibagian perut.
Black Ghost juga digolongkan kedalam "electric fishes", ikan yang mampu menghasilkan listrik.  Ikan ini digolongkan dalam ikan penghasil listrik lemah (< 1V/cm) dengan frekwensi medan listrik antara 0.1 - 10 kHz.  Listrik ini digunakan untuk mengenali objek disekitarnya dan untuk berkomunikasi dengan ikan listrik lainnya.  Sering disarankan agar Black Ghost tidak dipelihara lebih dari 2 ekor dalam satu tempat, atau dicampur dengan  ikan penghasil listrik lainnya seperti,  ikan gajah (Gnathonemus elephas, atau Gnathonemus petersii), karena hal ini diduga akan dapat saling mengganggu "sistem radar dan sistem navigasi" yang mereka miliki.    Black Ghost  diketahui sering juga memancarkan listriknya untuk mengejutkan ikan lain yang mencoba mendekati dan  "mengisengi" ekornya karena disangka sebagai mangsa.

Syarat Hidup

Black Ghost hidup pada selang suhu 23 - 28 °C , pH 6. 5 - 7.5, dan kesadahan GH 5 - 15 (lunak).   Meskipun demikian secara umum  Black Ghost dapat hidup pada berbagai kondisi air yang bervariasi.
Black Ghost merupakan karnivora,  makanan utamanya adalah pakan hidup, terutama cacing rambut.  Cacing  dapat pula diberikan dalam bentuk beku. Sampai tahap tertentu dapat pula menerima pakan kering.
Secara umum Black Ghost  merupakan ikan pemalu dan dianjurkan untuk dipelihara dalam akuarium gelap dengan banyak tempat persembunyian seperti akar, kayu, atau bebatuan. Dianjurkan pula untuk memberikan dasar berpasir halus dengan banyak tanaman.

Breeding

Black Ghost termasuk salah satu ikan yang berhasil diternakan dalam akuarium.  Ikan ini tergolong egg layer.  Dalam proses  breeding sering disiapkan batu, batang pohon pakis, atau lembaran keramik sebagai sarana untuk penempelan  telur mereka.
Perbandingan induk betina dan jantan untuk keperluan breeding adalah 2 : 1. Breeding dapat diakukan secara masalnya, misalnya dengan menempatkan 10 ekor induk betina dengan 5 ekor induk jantan pada satu akuarium.  Ikan jantan dan betina dapat dibedakan dengan membandingkan jarak mulut ke tutup insang.  Ikan jantan pada umumnya akan memiliki jarak yang lebih panjang dibandingkan dengan ikan betina.  Selain itu, ikan jantan pada umumnya mempunyai bentuk tubuh lebih langsing dibandingkan dengan induk betina yang biasanya berperut gendut.  Ikan ini biasanya sudah akan matang telur setelah berusia 1 tahun atau setelah mencapai panjang tubuh sekitar 15 cm. 
Akuarium breeding biasanya dibuat relatif gelap, hal ini dapat dilakukan dengan menutup akuarium yang bersangkutan dari gangguan sinar.  Pemijahan Black host terjadi pada malam hari. Apabila pemijahan telah terjadi, maka menjelang pagi hari, disarankan untuk segara mengeluarkan media penempelan telur dari dalam akuarium pemijahan dan memindahkannya kedalam akuarium penetasan  untuk menghindari telur-telur tersebut  dimangsa oleh induknya.   Telur yang dihasilkan  bisa mencapai 200 butir setiap hari.
Telur pada umumnya akan menetas setelah tiga hari.  Pada hari kesepuluh burayak sudah bisa diberi naupli Artemia.  Selanjutnya setalah burayak  beruaia  14 -16 hari sudah dapat diberi pakan lain seperti cacing rambut.  Dalam waktu 2 bulan, umumnya burayak sudah akan bisa mencapai ukuran 5 cm (2 inchi).

PURSE SEINE

A. PENDAHULUAN
I. Definisi Purse Seine
Purse Seine disebut juga “pukat cincin” karena alat tangkap ini dilengkapi dengan cincin untuk mana “tali cincin” atau “tali kerut” di lalukan di dalamnya. Fungsi cincin dan tali kerut / tali kolor ini penting terutama pada waktu pengoperasian jaring. Sebab dengan adanya tali kerut tersebut jaring yang tadinya tidak berkantong akan terbentuk pada tiap akhir penangkapan.
Prinsip menangkap ikan dengan purse seine adalah dengan melingkari suatu gerombolan ikan dengan jaring, setelah itu jaring bagian bawah dikerucutkan, dengan demikian ikan-ikan terkumpul di bagian kantong. Dengan kata lain dengan memperkecil ruang lingkup gerak ikan. Ikan-ikan tidak dapat melarikan diri dan akhirnya tertangkap. Fungsi mata jaring dan jaring adalah sebagai dinding penghadang, dan bukan sebagai pengerat ikan.
Di Jepang purse seine dapat dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1) One Boat Horse Sardine Purse Seine
2) Two Boat Sardine Purse Seine
3) One Boat Horse Mackerel and Mackerel Purse Seine
4) Two Boat Horse Mackerel and Mackerel Purse Seine
5) One Boat Skipjack and Tuna Purse Seine
6) Two Boat skipjack and Tuna Purse Seine
Dari keenam macam purse seine di atas no (2), (3), (5) merupakan purse seine yang banyak digunakan.
Dalam paper ini akan dibahas purse seine dengan menggunakan 1 kapal.
II. Sejarah Purse Seine
Purse seine, pertama kali diperkenalkan di pantai uatara Jawa oleh BPPL (LPPL) pada tahun 1970 dalam rangka kerjasama dengan pengusaha perikanan di Batang (Bpk. Djajuri) dan berhasil dengan baik. Kemudian diaplikasikan di Muncar (1973 / 1974) dan berkembang pesat sampai sekarang. Pada awal pengembangannya di Muncar sempat menimbulakan konflik sosial antara nelayan tradisional nelayan pengusaha yang menggunakan purse seine. Namun akhirnya dapat diterima juga. Purse seine ini memang potensial dan produktivitas hasil tangkapannya tinggi. Dalam perkembangannya terus mengalami penyempurnaan tidak hanya bentuk (kontruksi) tetapi juga bahan dan perahu / kapal yang digunakan untuk usaha perikanannya.
III. Prospektif Purse Seine
Pentingnya pukat cincin dalam rangka usaha penangkapan sudah tidak perlu diragukan untuk pukat cincin besar daerah penangkapannya sudah menjangkau tempat-tempat yang jauh yang kadang melakukan penangkapan mulai laut Jawa sampai selat Malaka dalam 1 trip penangkapan lamanya 30-40 hari diperlukan berkisar antara 23-40 orang. Untuk operasi penangkapannya biasanya menggunakan “rumpon”. Sasaran penangkapan terutama jenis-jenis ikan pelagik kecil (kembung, layang, selat, bentong, dan lain-lain).
Hasil tangkapan terutama lemuru, kembung, slengseng, cumi-cumi.
1. Karakteristik
Dengan menggunakan one boat sistem cara operasi menjadi lebih mudah. Pada operasi malam hari lebih mungkin menggunakan lampu untuk mengumpulkan ikan pada one boat sistem. Dengan one boat sistem memungkinkan pemakaian kapal lebih besar, dengan demikian area operasi menjadi lebih luas dan HP akan lebih besar, yang menyebabkan kecepatan melingkari gerombolan ikan juga akan lebih besar. Oleh sebab itu dapat dikatakan tipe one boat akan lebih ekonomis dan efisien jika kapal mekaniser, karena dengan menggunakan sistem mekaniser pekerjaan menarik jaring, mengangkat jaring, mengangkat ikan dll pekerjaan di dek menjadi lebih mudah.
5. Bahan dan Spesifikasinya
v Bagian jaring
Nama bagian jaring ini belum mantap tapi ada yang membagi 2 yaitu “bagian tengah” dan “jampang”. Namun yang jelas ia terdiri dari 3 bagian yaitu:
  1. jaring utama, bahan nilon 210 D/9 #1”
  2. jaring sayap, bahan dari nilon 210 D/6 #1”
  3. jaring kantong, #3/4”
srampatan (selvedge), dipasang pada bagian pinggiran jaring yang fungsinya untuk memperkuat jaring pada waktu dioperasikan terutama pada waktu penarikan jaring. Bagian ini langsung dihubungkan dengan tali temali. Srampatan (selvedge) dipasang pada bagian atas, bawah, dan samping dengan bahan dan ukuran mata yang sama, yakni PE 380 (12, #1”). Sebanyak 20,25 dan 20 mata.
v Tali temali
  1. tali pelampung.
Bahan PE Ø 10mm, panjang 420m.
  1. tali ris atas.
Bahan PE Ø 6mm dan 8mm, panjang 420m.
  1. tali ris bawah.
Bahan PE Ø 6mm dan 8mm, panjang 450m.
  1. tali pemberat.
Bahan PE Ø 10mm, panjang 450m.
  1. tali kolor bahan.
Bahan kuralon Ø 26mm, panjang 500m.
  1. tali slambar
bahan PE Ø 27mm, panjang bagian kanan 38m dan kiri 15m
v Pelampung
Ada 2 pelampung dengan 2 bahan yang sama yakni synthetic rubber. Pelampung Y-50 dipasang dipinggir kiri dan kanan 600 buah dan pelampung Y-80 dipasang di tengah sebanyak 400 buah. Pelampung yang dipasang di bagian tengah lebih rapat dibanding dengan bagian pinggir.
v Pemberat
Terbuat dari timah hitam sebanyak 700 buah dipasang pada tali pemberat.
v Cincin
Terbuat dari besi dengan diameter lubang 11,5cm, digantungkan pada tali pemberat dengan seutas tali yang panjangnya 1m dengan jarak 3m setiap cincin. Kedalam cincin ini dilakukan tali kolor (purse line).
B. Hasil Tangkapan
Ikan yang menjadi tujuan utama penangkapan dari purse seine adalah ikan-ikan yang “Pelagic Shoaling Species”, yang berarti ikan-ikan tersebut haruslah membentuk shoal (gerombolan), berada dekat dengan permukaan air (sea surface) dan sangatlah diharapkan pula agar densitas shoal itu tinggi, yang berarti jarak antara ikan dangan ikan lainnya haruslah sedekat mungkin. Dengan kata lain dapat juga dikatakan per satuan volume hendaklah jumlah individu ikan sebanyak mungkin. Hal ini dapat dipikirkan sehubungan dengan volume yang terbentuk oleh jaring (panjang dan lebar) yang dipergunakan.
Jenis ikan yang ditangkap dengan purse seine terutama di daerah Jawa dan sekitarnya adalah : Layang (Decapterus spp), bentang, kembung (Rastrehinger spp) lemuru (Sardinella spp), slengseng, cumi-cumi dll.
C. Daerah Penangkapan
Purse seine dapat digunakan dari fishing ground dengan kondisi sebagai berikut :
1) A spring layer of water temperature adalah areal permukaan dari laut
2) Jumlah ikan berlimpah dan bergerombol pada area permukaan air
3) Kondisi laut bagus
Purse seine banyak digunakan di pantai utara Jawa / Jakarta, cirebon, Juwana dan pantai Selatan (Cilacap, Prigi, dll).
D. Alat Bantu Penangkapan
I. Lampu
Fungsi lampu untuk penangkapan adalah untuk mengumpulkan kawanan ikan kemudian dilakukan operasi penangkapan dengan menggunakan berbagai alat tangkap, seperti purse seine.Jenis lampu yang digunakan bermacam-macam, seperti oncor (obor), petromaks, lampu listrik (penggunaannya masih sangat terbatas hanya untuk usaha penangkapan sebagian dari perikanan industri).
Ikan-ikan itu tertarik oleh cahaya lampu kiranya tidak terlalu dipermasalahkan sebab adalah sudah menjadi anggapan bahwa hampir semua organisme hidup termasuk ikan yang media hidupnya itu air terangsang (tertarik) oleh sinar / cahaya (phototaxis positif) dan karena itu mereka selalu berusaha mendekati asal / sumber cahaya dan berkumpul disekitarnya.
II. Rumpon
Rumpon merupakan suatu bangunan (benda) menyerupai pepohonan yang dipasang (ditanam) di suatu tempat ditengah laut. Pada prinsipnya rumpon terdiri dari empat komponen utama, yaitu : pelampung (float), tali panjang (rope) dan atraktor (pemikat) dan pemberat (sinkers / anchor).
Rumpon umumnya dipasang (ditanam) pada kedalaman 30-75 m. Setelah dipasang kedudukan rumpon ada yang diangkat-angkat, tetapi ada juga yang bersifat tetap tergantung pemberat yang digunakan.
Dalam praktek penggunaan rumpon yang mudah diangkat-angkat itu diatur sedemikian rupa setelah purse seine dilingkarkan, maka pada waktu menjelang akhir penangkapan, rumpon secara keseluruhan diangkat dari permukaan air dengan bantuan perahu penggerak (skoci, jukung, canoes)
Untuk rumpon tetap atau rumpon dengan ukuran besar, tidak perlu diangkat sehingga untuk memudahkan penangkapan dibuat rumpon mini yang disebut “pranggoan” (jatim) atau “leret” (Sumut, Sumtim). Pada waktu penangkapan mulai diatur begitu rupa, diusahakan agar ikan-ikan berkumpul disekitar rumpon dipindahkan atau distimulasikan ke rumpon mini. Caranya ada beberapa macam misalnya dengan menggiring dengan menggerak-gerakkan rumpon induk dari atas perahu melalui pelampung-pelampungnya. Cara lain yang ditempuh yaitu seakan-akan meniadakan rumpon induk untuk sementara waktu dengan cara menenggelamkan rumpon induk atau mengangkat separo dari rumpo yang diberi daun nyiur ke atas permukaan air. Terjadilah sekarang ikan-ikan yang semula berkumpul di sekitar rumpon pindah beralih ke rumpon mini dan disini dilakukan penangkapan.
Sementara itu bisa juga digunakan tanpa sama sekali mengubah kedudukan rumpon yaitu dengan cara mengikatkan tali slambar yang terdapat di salah satu kaki jaring pada pelampung rumpon, sedang ujung tali slambar lainnya ditarik melingkar di depan rumpon. Menjelang akhir penangkapan satu dua orang nelayan terjun kedalam air untuk mengusir ikan-ikan di sekitar rumpon masuk ke kantong jaring. Cara yang hampir serupa juga dapat dilakukan yaitu setelah jaring dilingkarkan di depan rumpon maka menjelang akhir penangkapan ikan-ikan di dekat rumpon di halau engan menggunakan galah dari satu sisi perahu.
E. Teknik Penangkapan (Sitting dan Moulting)
Pada umumnya jaring dipasang dari bagian belakang kapal (buritan) sungguhpun ada juga yang menggunakan samping kapal. Urutan operasi dapat digambarkan sebagai berikut :
a) Pertama-tama haruslah diketemukan gerombolan ikan terlebih dahulu. Ini dapat dilakukan berdasarkan pengalaman-pengalaman, seperti adanya perubahan warna permukaan air laut karena gerombolan ikan berenang dekat dengan permukaan air, ikan-ikan yang melompat di permukaan terlihat riak-riak kecil karena gerombolan ikan berenang dekat permukaan. Buih-buih di permukaan laut akibat udara-udara yang dikeluarkan ikan, burung-burung yang menukik dan menyambar-nyambar permukaan laut dan sebagainya. Hal-hal tersebut diatas biasanya terjadi pada dini hari sebelum matahari keluar atau senja hari setelah matahari terbenam disaat-saat mana gerombolan ikan-ikan teraktif untuk naik ke permukaan laut. Tetapi dewasa ini dengan adanya berbagai alat bantu (fish finder, dll) waktu operasipun tidak lagi terbatas pada dini hari atau senja hari, siang haripun jika gerombolan ikan diketemukan segera jaring dipasang.
b) Pada operasi malam hari, mengumpulkan / menaikkan ikan ke permukaan laut dilakukan dengan menggunakan cahaya. Biasanya dengan fish finder bisa diketahui depth dari gerombolan ikan, juga besar dan densitasnya. Setelah posisi ini tertentu barulah lampu dinyalakan (ligth intesity) yang digunakan berbeda-beda tergantung pada besarnya kapal, kapasitas sumber cahaya. Juga pada sifat phototxisnya ikan yang menjadi tujuan penangkapan.
c) Setelah fishing shoal diketemukan perlu diketahui pula swimming direction, swimming speed, density ; hal-hal ini perlu dipertimbangkan lalu diperhitungkan pula arah, kekuatan, kecepatan angin, dan arus, sesudah hal-hal diatas diperhitungkan barulah jaring dipasang. Penentuan keputusan ini harus dengan cepat, mengingat bahwa ikan yang menjadi tujuan terus dalam keadaan bergerak, baik oleh kehendaknya sendiri maupun akibat dari bunyi-bunyi kapal, jaring yang dijatuhkan dan lain sebagainya. Tidak boleh luput pula dari perhitungan ialah keadaan dasar perairan, dengan dugaan bahwa ikan-ikan yang terkepung berusaha melarikan diri mencari tempat aman (pada umumnya tempat dengan depth yang lebih besar) yang dengan demikian arah perentangan jaring harus pula menghadang ikan-ikan yang terkepung dalam keadaan kemungkinan ikan-ikan tersebut melarikan diri ke depth lebih dalam. Dalam waktu melingkari gerombolan ikan kapal dijalankan cepat dengan tujuan supaya gerombolan ikan segera terkepung. Setelah selesai mulailah purse seine ditarik yang dengan demikian bagian bawah jaring akan tertutup. Melingkari gerombolan ikan dengan jaring adalah dengan tujuan supaya ikan-ikan jangan dapat melarikan diri dalam arah horisontal. Sedang dengan menarik purse line adalah untuk mencegah ikan-ikan supaya ikan-ikan jangan dapat melarikan diri ke bawah. Antara dua tepi jaring sering tidak dapat tertutup rapat, sehingga memungkinkan menjadi tempat ikan untuk melarikan diri. Untuk mencegah hal ini, dipakailah galah, memukul-mukul permukaan air dan lain sebagainya. Setelah purse line selesai ditarik, barulah float line serta tubuh jaring (wing) dan ikan-ikan yang terkumpul diserok / disedot ke atas kapal.
F. Hal-hal yang Mempengaruhi Keberhasilan Penangkapan
1. Kecerahan Perairan
Transparasi air penting diketahui untuk menentukan kekuatan atau banyak sedikit lampu. Jika kecerahan kecil berarti banyak zat-zat atau partikel-partikel yang menyebar di dalam air, maka sebagian besar pembiasan cahaya akan habis tertahan (diserap) oleh zat-zat tersebut, dan akhirnya tidak akan menarik perhatian atau memberi efek pada ikan yang ada yang letaknya agak berjauhan.
2. Adanya gelombang
Angin dan arus angin. Arus kuat dan gelombang besar jelas akan mempengaruhi kedudukan lampu. Justru adanya faktor-faktor tersebut yang akan merubah sinar-sinar yang semula lurus menjadi bengkok, sinar yang terang menjadi berubah-ubah dan akhirnya menimbulkan sinar yang menakutkan ikan (flickering light). Makin besar gelombang makin besar pula flickering lightnyadan makin besar hilangnya efisiensi sebagai daya penarik perhatian ikan-ikanmaupun biota lainnya menjadi lebih besar karena ketakutan. Untuk mengatasi masalah ini diperlukan penggunaan lampu yang kontruksinya disempurnakan sedemikian rupa, misalnya dengan memberi reflektor dan kap (tudung) yang baik atau dengan menempatkan under water lamp.
3. Sinar Bulan
Pada waktu purnama sukar sekali untuk diadakan penangkapan dengan menggunakan lampu (ligth fishing) karena cahaya terbagi rata, sedang untuk penangkapan dengan lampu diperlukan keadaan gelap agar cahaya ;ampu terbias sempurna ke dalam air.
4. Musim
Untuk daerah tertentu bentuk teluk dapatmemberikan dampak positif untuk penangkapan yang menggunakan lampu, misalnya terhadap pengaruh gelombang besar, angin dan arus kuat. Penangkapan dengan lampu dapat dilakukan di daerah mana saja maupun setiap musim asalkan angin dan gelombang tidak begitu kuat.
5. Ikan dan Binatang Buas
Walaupun semua ikan pada prinsipnya tertarik oleh cahay lampu, namun umumnya lebih didominasi oleh ikan-ikan kecil. Jenis-jenis ikan besar (pemangsa) umumnya berada di lapisan yang lebih dalam sedang binatang-binatang lain seperti ular laut, lumba-lumba berada di tempat-tempat gelap mengelilingi kawanan-kawanan ikan-ikan kecil tersebut. Binatang-binatang tersebut sebentar-sebentar menyerbu (menyerang) ikan-ikan yang bekerumun di bawah lampu dan akhirnya mencerai beraikan kawanan ikan yang akan ditangkap.
6. Panjang dan Kedalaman Jaring
Untuk purse seine yang beroperasi dengan satu kapal digunakan jaring yang tidak terlalu panjang tetapi agak dalam karena gerombolan ikan di bawah lampu tidak bergerak terlalu menyebar . jaring harus cukup dalam untuk menangkap gerombolan ikan mulai permukaan sampai area yang cukup dalam di bawah lampu.
7. Kecepatan kapal pada waktu melingkari gerombolan ikan
Jika kapal dijalankan cepat maka gerombolan ikan dapat segera terkepung.
8. Kecepatan Menarik Purse Line
Purse line harus ditarik cepat agar ikan jangan sampai melarikan diri ke bawah.
DAFTAR PUSTAKA
Au. Ayodya. DASEN FAKULTAS PERIKANAN. Cetakan Pertama. Penerbit :
Yayasan Dewi Sri. IPB. Bogor.
Waluyo Subani dan H.R Barus.1989.ALAT PENANGKAPAN IKAN DAN
UDANG LAUT DI INDONESIA. Balai Penelitian Perikanan
Laut. Jakarta.
WWW. MAINE AQUARIUM.COM
WWW.FISHERIES.COM

Harapan Perikanan Terutama di Bidang Penangkapan (PSP)

Sekarang saya merupakan mahasiswa semester 3 Jurusan Perikanan Prodi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro. Saya mempunyai harapan kedepan untuk sektor perikanan Indonesia agar pemerintah dapat memanfaatkan sektor perikanan indonesia yang sangat melimpah karena dari sinilah indonesia dapat menghasilkan uang untuk menambah sumber penghasilan devisa negara. Berdasarkan sumber dari OKEZone, Bank Indonesia (BI) menilai penyaluran kredit di sektor perikanan masih kecil. Pasalnya, hal ini masih didukung dengan minimnya informasi baik dari sisinelayan dan bank itu sendiri.

"Memang relatif masih agak kecil. Padahal, kita lihat potensinya masih besar sekali, itu untuk mempercepat kredit mereka. Karena kredit di sektor perikanan masih kurang lebih hanya sekira satu persen dari total kredit nasional," ungkap Deputi Gubernur BI Muliaman D Hadad saat ditemui wartawan di acara Workshop Prospek Pembiayaan Sektor Perikanan Tangkap di Gedung BI, Jakarta, Rabu (26/10/2011).

Padahal, tingkat kredit bermasalah (non performing loan/NPL) di sektor perikanan juga kecil dan berada jauh di bawah NPL industri. Oleh karenanya, pertumbuhan kredit di perikanan bisa sejalan dengan pertumbuhan kredit di sektor industri lain.

"Kredit secara nasional bisa tumbuh 24 persen itu sudah bagus. Karena potensi masih besar, debitur masih sedikit. Kita fasilitasi agar bank lebih terbuka pada potensi di daerah," lanjut Muliaman.

Menurut Muliaman, penyaluran kredit di sektor perikanan tangkap tidak hanya akan disalurkan ke sektor UMKM saja tetapi juga di sektor usaha yang lebih besar. "Tidak harus di sektor UMKM saja, kalau orang bikin kapal besar kan juga butuh dana besar juga mestinya perbankan domestik bisa ikut terlibat di dalamnya," akhirinya.

Sebagai informasi, menurut data BI, sampai Agustus ini, penyaluran kredit di sektor pertanian, perikanan  dan perikanan tangkap berjumlah Rp20,32 triliun, di mana sektor perikanan Rp4,70 triliun dan perikanan tangkap Rp 1,98 triliun. Rasio kredit bermasalah di sektor perikanan tangkap sebesar 4,13 persen atau meningkat dibandingkan angkanya di Desember lalu sebesar 3,35 persen.

Presiden Diharapkan Tiru Langkah Obama

Kupang, Kompas - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, selaku kepala negara, diharapkan lebih cepat menangani kasus pencemaran di Laut Timor, seperti yang dilakukan Presiden Amerika Serikat Barack Obama saat menangani kasus pencemaran di Teluk Meksiko. 

Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Damanik M Riza menyampaikan pernyataan itu, Kamis (10/6), mengingat dalam 10 bulan ini belum ada tindakan berarti dari Pemerintah RI untuk mengatasi persoalan ini. ”Nota protes perlu segera dikeluarkan, sekaligus menagih tanggung jawab Australia dan perusahaan kilang itu,” kata Damanik.

Pencemaran di Laut Timor terjadi akibat ledakan kilang minyak Montara, Australia, 21 Agustus 2009. Berdasarkan catatan Kiara, sejak terjadi ledakan itu setiap hari kilang tersebut memuntahkan 500.000 liter minyak ke perairan laut yang mengancam 17.000 masyarakat pesisir Pulau Timor. ”Sangat tidak fair, Montara memberikan kompensasi kepada nelayan Australia Barat, tapi tidak melakukan hal serupa terhadap nelayan Indonesia,” tambah Damanik

Pantauan Kompas, banyak nelayan maupun pembudidaya rumput laut terkena dampak pencemaran itu. Perkampungan nelayan Tablolong, sekitar 35 kilometer barat Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), misalnya, mengaku jenis ikan pasir atau dasar laut dangkal, yang lazim disebut ikan ndusu, setahun belakangan ini menghilang dari perairan sekitar Pantai Tablolong. Pada saat bersamaan, hasil tangkapan nelayan dan petani rumput laut merosot tajam.

”Dulu pasang pukat selama dua jam bisa membawa pulang sekitar sekarung ikan. Belakangan ini dapat setengah karung saja amat sulit,” tutur Edber Naitoto (37), petani asal Kampung Temat Nunu, Kecamatan Kupang Barat, Kupang.

David Belu, petani rumput laut lainnya di Tablolong, juga mengaku usaha mereka selama hampir setahun ini nyaris tanpa panen.

Gangguan habitat
Ahli biokimia lipida dari Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Negeri Nusa Cendana (Undana) Kupang Dr Feliks Rebhung, yang melakukan pengamatan lapangan, kemarin menjelaskan, berbagai perubahan terjadi mengindikasikan telah terjadi gangguan lingkungan perairan yang merupakan habitat kawanan ikan atau rumput laut.

”Ikan juga memiliki indra yang berkemampuan mendeteksi perubahan lingkungan sekitarnya. Jika merasa terancam, ikan itu pasti berupaya mencari habitat baru yang dirasa aman. Begitu juga gangguan yang menimpa rumput laut, mengindikasikan ada sesuatu yang menyerangnya, apakah sebagai dampak pencemaran atau penyebab lainnya,” paparnya.

Di Jakarta Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad menyatakan, tumpahan minyak Montara Well di permukaan laut Indonesia sudah tidak terdeteksi. Namun, ia mengakui bahwa hal itu bukan berarti perairan Indonesia sudah terbebas dari dampak pencemaran.

Menurut Fadel, posisi tumpahan minyak terdekat di permukaan laut dengan daratan berjarak sekitar 67,7 kilometer (37.76 nautical miles) arah tenggara Pulau Rote, NTT, pada 10 September 2009. Jika kini pencemaran tidak tampak lagi di permukaan laut, bukan berarti perairan Indonesia itu sudah bebas pencemaran. Itu lebih karena kemampuan satelit yang digunakan untuk memantau dampak tumpahan minyak tidak mampu mengenali obyek di kedalaman lebih dari 20 meter. (SUT/ANS/TRA)

Alat Navigasi

PENDAHULUAN
Navigasi merupakan pengetahuan untuk mengetahui keadaan suatu medan yang akan dihadapi atau posisi kita di alam bebas dan menentukan arah serta tujuan perjalanan di alam bebas.
Navigasii laut adalah ilmu yang mengajarkan cara-cara mengemudikan kapal dari suatu tempat ke tempat lain dengan aman dan ekonomis. Secara umum, navigasi ada 3 (tiga) :
1. Ilmu pelayaran datar
Ilmu pelayaran yang didasarkan pada benda-benda duniawi sebagai pedoman pelaksanaannya (burung, gunung, tanjung, pulau kecil).
2. Pelayaran astronomi
Ilmu pelayaran yang didasarkan pada benda-benda angkasa sebagai pedoman pelaksanaannya (matahari, bulan, bintang).
3. Navigasi elektronik
Ilmu pelayaran yang didasarkan pada benda-benda elektronik sebagai pedoman pelaksanaannya.
Navigasi Darat
Dalam navigasi darat kita memerlukan penggunaan peralatan seperti :
1. Penggunaan kompas
2. Pembacaan peta
3. Penggunaan tanda-tanda alam yang membantu kita dalam menentukan arah
Pengetahuan tentang navigasi darat ini merupakan bekal yang sangat penting bagi kita bila berada di alam bebas seperti , gunung hingga rimba belantara. Untuk itu memerlukan alat-alat terebut.

Peralatan yang biasa digunakan dalam navigasi darat terutama bila kita sedang menjelajahi hutan, gunung atau rimba belantara meliputi :
1. Penggaris
2. Kompas
3. Peta topografi
4. Pensil
5. Altimeter
6. Busur derajat
7. Konektor
PETA TOPOGRAFI
Peta adalah gambaran dari permukaan bumi yang diperkecil dengan skala tertentu sesuai dengan kebutuhan. Peta digambarkan di atas bidang datar dengan sistem proyeksi tertentu. Peta yang digunakan untuk kegiatan alam bebas adalah Peta Topografi.  Peta topografi adalah suatu representasi di atas bidang datar tentang seluruh atau sebagian permukaan bumi yang terlihat dari atas dare diperkecil dengan perbandingan ukuran tertentu. Peta topografi menggambarkan secara proyeksi dari sebagian fisik bumi, sehingga dengan peta ini bisa diperkirakan bentuk permukaan bumi. Bentuk relief bumi pada peta topografi digambarkan dalam bentuk Garis-Garis Kontur.
Dalam menggunakan peta topografi harus diperhatikan kelengkapan petanya, yaitu:
  1. Judul Peta
Adalah identitas yang tergambar pada peta, ditulis nama daerah atau identitas lain yang menonjol.
  1. Keterangan Pembuatan
Merupakan informasi mengenai pembuatan dan instansi pembuat. Dicantumkan di bagian kiri bawah dari peta.
1. Nomor Peta (Indeks Peta)
Adalah angka yang menunjukkan nomor peta. Dicantumkan di bagian kanan atas.
2. Pembagian Lembar Peta
Adalah penjelasan nomor-nomor peta lain yang tergambar di sekitar peta yang digunakan, bertujuan untuk memudahkan penggolongan peta bila memerlukan interpretasi suatu daerah yang lebih luas.
  1. Sistem Koordinat
Adalah perpotongan antara dua garis sumbu koordinat. Macam koordinat adalah:
a. Koordinat Geografis
Sumbu yang digunakan adalah garis bujur (BB dan BT), yang berpotongan dengan garis lintang (LU dan LS) atau koordinat yang penyebutannya menggunakan garis lintang dan bujur. Koordinatnya menggunakan derajat, menit dan detik. Misal Co 120° 32′ 12″ BT 5° 17′ 14″ LS.
b. Koordinat Grid
Perpotongan antara sumbu absis (x) dengan ordinal (y) pada koordinat grid. Kedudukan suatu titik dinyatakan dalam ukuran jarak (meter), sebelah selatan ke utara dan barat ke timur dari titik acuan.
c. Koordinat Lokal
Untuk memudahkan membaca koordinat pada peta yang tidak ada gridnya, dapat dibuat garis-garis faring seperti grid pada peta.
Skala bilangan dari sistem koordinat geografis dan grid terletak pada tepi peta. Kedua sistern koordinat ini adalah sistem yang berlaku secara internasional. Namun dalam pembacaan sering membingungkan, karenanya pembacaan koordinat dibuat sederhana atau tidak dibaca seluruhnya. Misal: 72100 mE dibaca 21, 9° 9700 mN dibaca 97, dan lain-lain.
  1. Skala Peta
Adalah perbandingan jarak di peta dengan jarak horisontal sebenarnya di medan atau lapangan. Rumus jarak datar dipeta dapat di tuliskan  JARAK DI PETA x SKALA = JARAK DI MEDAN
Penulisan skala peta biasanya ditulis dengan angka non garis (grafis). Misalnya Skala 1:25.000, berarti 1 cm di peta sama dengan 25 m di medan yang sebenarnya.
MENGGUNAKAN PETA
Pada perencanaan perjalanan dengan menggunakan peta topografi, sudah tentu titik awal dan titik akhir akan diplot di peta. Sebelurn berjalan catatlah:
  1. Koordinat titik awal (A)
  2. Koordinat titik tujuan (B)
  3. Sudut peta antara A – B
  4. Tanda medan apa saja yang akan dijumpai sepanjang lintasan A – B
  5. Berapa panjang lintasan antara A – B dan berapa kira-kira waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan lintasan A -B.
Yang perlu diperhatikan dalam melakukan suatu operasi adalah
  1. Kita harus tahu titik awal keberangkatan kita, balk di medan maupun di peta.
  2. Gunakan tanda medan yang jelas balk di medan dan di peta.
  3. Gunakan kompas untuk melihat arah perjalanan kita, apakah sudah sesuai dengan tanda medan yang kita gunakan sebagai patokan, atau belum.
  4. Perkirakan berapa jarak lintasan. Misal medan datar 5 krn ditempuh selama 60 menit dan medan mendaki ditempuh selama 10 menit.
  5. Lakukan orientasi dan resection, bila keadaannya memungkinkan.
  6. Perhatikan dan selalu waspada terhadap adanya perubahan kondisi medan dan perubahan arah perjalanan. Misalnya dari pnggungan curam menjadi punggungan landai, berpindah punggungan, menyeberangi sungai, ujung lembah dan lain-lainnya.
  7. Panjang lintasan sebenarnya dapat dibuat dengan cara, pada peta dibuat lintasan dengan jalan membuat garis (skala vertikal dan horisontal) yang disesuaikan dengan skala peta. Gambar garis lintasan tersebut (pada peta) memperlihatkan kemiringan lintasan juga penampang dan bentuk peta. Panjang lintasan diukur dengan mengalikannya dengan skala peta, maka akan didapatkan panjang lintasan sebenarnya.
PLOTTING DI PETA
Plotting merupakan proses membuat gambar atau membuat titik, membuat garis dan tanda-tanda tertentu di peta. Plotting sangat berguna bagi kita dalam membaca peta. Misalnya Tim Bum berada pada koordinat titik A (3986 : 6360) + 1400 m dpl. SMC memerintahkan Tim Buni agar menuju koordinat titik T (4020 : 6268) + 1301 mdpl. Maka langkah-langkah yang harus dilakukan adalah :
  1. Plotting koordinat T di peta dengan menggunakan konektor. Pembacaan dimuali dari sumbu X dulu, kemudian sumbu Y, didapat (X:Y).
  2. Plotting sudut peta dari A ke T, dengan cara tank garis dari A ke T, kemudian dengan busur derajat/kompas orientasi ukur besar sudut A – T dari titik A ke arah garis AT. Pembacaan sudut menggunakan Sistem Azimuth (0″ -360°) searah putaran jarum Jam. Sudut ini berguna untuk mengorientasi arah dari A ke T.
  3. Interprestasi peta untuk menentukan lintasan yang efisien dari A menuju T. Interprestasi ini dapat berupa garis lurus ataupun berkelok-kelok mengikuti jalan setapak, sungai ataupun punggungan. Harus dipaharni betul bentuk garis garis kontur.
Plotting lintasan dan memperkirakan waktu tempuhnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi waktu tempuh :
  1. Kemiringan lereng
  2. Panjang lintasan
  3. Keadaan dan kondisi medan (misal hutan lebat, semak berduri atau gurun pasir).
  4. Keadaan cuaca rata-rata.
  5. Waktu pelaksanaan (yaitu pagi slang atau malam).
  6. Kondisi fisik dan mental serta perlengkapan yang dibawa.
PENUTUP
Navigasi adalah ilmu yang mengajarkan cara-cara mengemudikan kapal dari suatu tempat ke tempat lain dengan aman dan ekonomis. Secara umum, navigasi ada 3 (tiga) :
1. Ilmu pelayaran datar
Ilmu pelayaran yang didasarkan pada benda-benda duniawi sebagai pedoman pelaksanaannya (burung, gunung, tanjung, pulau kecil).
2. Pelayaran astronomi
Ilmu pelayaran yang didasarkan pada benda-benda angkasa sebagai pedoman pelaksanaannya (matahari, bulan, bintang).
3. Navigasi elektronik
Ilmu pelayaran yang didasarkan pada benda-benda elektronik sebagai pedoman pelaksanaannya.

http://duniaperikanan.wordpress.com/2010/08/21/navigasi/#more-110

Setelah Lulus Mau Kerja Dimana? Perikanan atau Luar Dunia Perikanan

Harapan saya sih setelah lulus kuliah ingin bekerja di Dunia Perikanan, karena menurut saya banyak lapangan kerja terutama di bidang perikanaan yang sangat membutuhkan tenaga yang ahli di bidang perikanan dan sarjana – sarjana perikanan lah yang diharapkan dapat mengisi sektor lapangan pekerjaan tersebut. Didaerah saya tepatnya di propinsi Lampung masih banyak sektor-sektor lapangan kerja dibidang perikanan yang masih kosong dan membutuhkan lulusan lulusan sarjana perikanan.

Hampir setiap pembukaan penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) sedikit yang mendaftar di sektor tersebut padahal peluang kerja yang ditawarkan banyak, alhasil banyak tempat kerja di sektor tesebut yang kosong. Karena faktor itulah saya kuliah di Universitas Diponegoro mengambil jurusan perikanan karena manurut saya di sektor inilah peluang saya untuk mendapatkan pekerjaan sangat terbuka lebar. Oleh karena itu setelah lulus dari Perguruan Universitas Diponegoro ini saya berharap dapat cepat diterima bekerja terutama dibidang yang saya ambil yaitu perikanan. Semoga saya dapat memajukan perikanan Indonesia karena di sektor inilah Indonesia kaya akan sumber daya alam yang bermanfaat yang belum termanfaat secara maksimal sampai saat ini.

"Harta" Itu Bernama Kerapu

Indonesia boleh berbangga. Kekayaan biota laut perairan kita ibarat ”surga” yang kerap membuat iri negara lain. Adalah kerapu (Epinephelinae) salah satu komoditas unggulan yang sukses diternakkan di Tanah Air dan banyak diburu negara lain.

Seorang pengusaha ikan kawakan pernah menuturkan, perairan Indonesia terpengaruh oleh dua musim subur bagi perkembangbiakan ikan-ikan laut. Hanya saja potensi itu belum diperhatikan, termasuk oleh negara.
Saat ini pasar ikan kerapu tidak terdengar gaungnya di dalam negeri sebab sebagian besar produknya ”dilarikan” ke luar negeri. Harga ikan dengan ciri tutul-tutul atau belang-belang di tubuhnya ini mencapai Rp 500.000 per kilogram.

Sebagai ilustrasi, harga ekspor kerapu bebek saat ini 50 dollar AS (sekitar Rp 465.000) per kg, kerapu macan 11 dollar AS per kg, dan kerapu lumpur 10 dollar AS per kg. Ukuran kerapu yang diekspor minimal 500 gram per ekor.

Bangun Sitepu, pembudidaya kerapu di Lampung Barat, menuturkan, ekspor kerapu ke Asia terus naik seiring tingginya minat penduduk Asia Timur mengonsumsi kerapu. Apalagi tidak banyak negara di Asia mampu membudidayakan kerapu di wilayah perairannya.

Beberapa jenis kerapu yang sukses dibudidayakan di Tanah Air meliputi kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) dan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) yang harga jualnya tinggi. Selain budidaya, produksi kerapu juga diperoleh dari penangkaran hasil tangkapan alam, di antaranya kerapu sunu (Plectropomus spp) dan kerapu lumpur (Epinephelus suillus).

Sitepu menuturkan, banyak pembudidaya kerapu asal Thailand, Malaysia, Hongkong, dan China membeli benih kerapu bebek dari Indonesia untuk dikembangbiakkan. Namun, upaya pemijahan itu kerap gagal.

”Sudah 10 tahun terakhir pembudidaya kerapu luar negeri membeli benih kerapu bebek untuk dibudidayakan, tetapi hasilnya sulit karena kerapu bebek dan macan ternyata lebih cocok berkembang biak di perairan Indonesia,” ujar Sitepu, yang juga Ketua Forum Komunikasi Kerapu Lampung.

Produksi kerapu di Tanah Air tersebar di sejumlah daerah. Kerapu bebek, misalnya, tersebar di Lampung, Bali, Lombok, Sumbawa, Bangka Belitung, dan Ambon. Adapun kerapu sunu yang mengandalkan hasil tangkapan alam di Sumatera.

Tingginya permintaan ekspor membuat konsumen luar negeri rela ke sentra-sentra produksi kerapu di sejumlah perairan Indonesia guna memburu ikan bernilai mahal itu.

”Berapa pun hasilnya, pasti diserap pasar. Ini membuat nilai tawar kerapu cenderung tinggi,” ujar Sitepu.

Budidaya kerapu mendorong pertumbuhan usaha pembenihan. Benih kerapu saat ini dijual rata-rata Rp 12.000-Rp 14.000 per ekor benih ukuran 6-7 cm. Namun, pasokan benih terkadang terbatas.

Di Belitung, misalnya, kebutuhan benih kerapu mencapai 10.000-15.000 ekor. Namun, terkadang para pembenih tidak mampu memasok semuanya.

Dedi Yusrifan, pembenih kerapu di Belitung, menuturkan, kegagalan pembenihan kerap dipicu oleh mutu telur yang kurang baik dan cuaca yang tidak mendukung.

Belum didukung
Kendati prospek usahanya tinggi, belum banyak orang berani terjun ke usaha ikan kerapu. Total areal budidaya kerapu secara nasional saat ini baru 84.500 hektar, hanya 2,51 persen dari potensi budidaya laut seluas 3,36 juta hektar.

Kendala budidaya itu dipicu oleh usaha kerapu yang padat modal dengan masa produksi relatif lama. Budidaya kerapu macan, misalnya, membutuhkan waktu 1 tahun 7 bulan untuk ukuran siap ekspor. Kerapu bebek mencapai 10 bulan, sedangkan penangkaran kerapu hasil tangkapan membutuhkan 10 bulan hingga 1 tahun.

Modal operasional budidaya kerapu juga tinggi. Dibutuhkan dua jenis pakan, yakni pakan berupa ikan kecil seharga Rp 2.500-3.000 per kg serta pelet Rp 55.000 per kg. Setiap KJA kerapu berisi 250 ikan membutuhkan rata-rata 3-6 kg pakan ikan setiap hari, di luar kebutuhan pelet.

Usaha kerapu yang sebagian besar dikembangkan di daerah terpencil juga terganjal pasokan listrik, transportasi, maupun minimnya pendampingan dari pemerintah. Zonasi kawasan budidaya yang belum diatur membuat lokasi budidaya kerap tumpang tindih dengan alur pelayaran ataupun terkontaminasi limbah.

Sementara itu, pembiayaan untuk sektor perikanan masih dihindari oleh perbankan. Akibatnya, kredit usaha perikanan terbelakang dengan realisasi di bawah 1 persen per tahun.

Tahun 2009 telah ada kesepakatan Kementerian Kelautan dan Perikanan bersama Bank Indonesia untuk meningkatkan pendampingan usaha kecil dan menengah agar memperoleh akses pembiayaan perbankan serta informasi pola pembiayaan komoditas unggulan perikanan. Namun, upaya itu belum membuahkan hasil.

Andai dikelola dengan tepat, potensi kerapu akan membangkitkan kesejahteraan masyarakat pesisir. Imbal balik berupa pendapatan dan devisa sudah tentu juga dinikmati negara.

oleh: BM Lukita Grahadyarini